Rabu, 14 Juli 2010

Mandisiplinkan Anak yang Mudah Marah

Saya orang tua dari dua orang anak perempuan dan laki-laki. Permasalahan, yang sedang saya hadapi terkait dengan putra kami yang kedua. Saat ini ia berusia 14 tahun (Kelas II SMP). Kami sekeluarga sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk menghadapi kebandelan dan sifatnya yang mudah marah.
Sejak kecil anak kami tersebut dimanjakan oleh kakek neneknya dari pihak saya maupun suami karena merupakan cucu laki-laki satu-satunya.
Namun secara tidak langsung ternyata kami semua kurang memberikan pembelajaran padanya dalam hal disiplin. Segala hal yang diinginkannya selalu terpenuhi dan tidak terbantahkan.
Sejak usia SD sebetulnya perilaku mudah marah dan menentang telah muncul, tetapi sekarang kian menjadi. Sikapnya egois, pemarah (emosional), suka melanggar peraturan, membangkang. Pretasi akademis di sekolah pun sangat menurun. Cenderung tidak disiplin dan kurang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas sekolah. Pertanyaan saya, termasuk jenis kenakalan apakah yang dialami oleh anak kami dan tindakan apakah yang harus kami lakukan dalam menanamkan disiplin pada anak kami tersebut.
Terima kasih,
Venti Marlina di Bandung
Menyimak cerita Ibu Venti marlina, sebenarnya anak ibu termasuk kategori yang mengalami gangguan emosi (emotionally disturbed). Anak-anak seperti ini biasanya sering mengalami konflik dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri. Mereka mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan kehidupan masyarakat, kurang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas sekolah dan mudah tersinggung.
Dalam keluarga, anak-anak seperti itu perlu mendapatkan pendidikan disiplin, terutama untuk meningkatkan kualitas mental dan moralnya. Pendidikan disiplin ini tidak hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan atau otoritas, tetapi lebih kepada pengembangan kemampuan untuk mendisiplinkan diri sendiri sebagai salah satu cirri kedewasaan individu. Kemampuan untuk mendisiplikan diri sendiri terwujud dalam bentuk pengakuan terhadap hak dan keinginan orang lain, dan bersedia mengambil bagian dalam memikul tanggung jawab social secara manusiawi. Oleh karena itu, pendidikan disiplin sebaiknya sudah dimulai dari keluarga.
Untuk menanamkan disiplin pada anak, ada beberapa hal pokok yang dapat dijadikan dasar dalam merespons setiap perilaku, yaitu :
(1) Disiplin tidak hanya diberikan pada anak masuk sekolah atau setelah remaja, tetapi harus sudah dilatih sejak anak dilahirkan. Selain itu, pendidikan disiplin tidak hanya ditekankan ketika anak membuat perilaku yang tidak diinginkan atau saat anak gagal mencapai harapan orang tua. Perilaku-perilaku yang diinginkan pun perlu (meski tidak harus terus menerus) mendapatkan pengakuan, persetujuan, atau penghargaan. Jika anak sejak bayi telah dilatih untuk berdisiplin, pada masa remaja ia akan memiliki disiplin diri yang cukup sehingga akan mampu menahan segala godaan yang dating dari teman maupun lingkungan sekitarnya.
(2) Pendidikan disiplin sebaiknya tidak dilakukan dengan cara yang terlalu otoriter, tetapi juga tidak terlalu memperbolehkan semuanya (permisif). Cara yang tepat dalam pendidikan disiplin bagi remaja disebut dengan istilah moderatnya autoritatif : fleksibel, tetapi bila terlalu tegas. Dalam menerapkan cara disiplin yang permisif (dapay dikatakan sebagai mendidik tanpa disiplin) cenderung menghasilkan anak remaja yang manja, semena-mena, anti social, dan cenderung agresif. Sebaliknya, disiplin yang keras, terutama dilakukan dengan menberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Hal ini dapat membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang member hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif, bahkan ada pula yang pada akhirnya melampiaskan kemarahannya pada orang lain.
(3) Batas-batas tentang boleh atau tidak boleh harus jelas, misalnya kapan anak boleh bermain, dimana, dan dengan siapa sehingga anak tidak memngganggu orang lain dan menghindarkan anak dari kecelakaan. Sejak masa kanak-kanak orang tua harus sudah memberikan batasan-batasan tersebut. Penting bagi orang tua untuk mengingat bahwa batasan dan fasilitas yang diberikan oleh orang tua hendaknya memenuhi criteria tertentu : diperlukan, masuk akal, diberikan dengan penuh ketulusan dan kebaikan hati, serta secara konsisten sesuai dengan kematangan anak.
(4) Setelah batas-batas ditentukan, maka orang tua harus mengupayakan kesepakatan dengan anaknya untuk saling mematuhi apa yang telah ditentukan. Meskipun demikian, batas-batas yang ditentukan ini harus terus direvisi sesuai dengan perkembangan anak.
(5) Terkadang seorang anak berbuat sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan orang tua dengan alas an karena ia tidak tahu. Untuk mengatasi hal tersebut maka orang tua sangat perlu untuk meningkatkan kualitas diri sehingga mempu menjelaskan secara lengkap apa yang boleh dilakukan atu tidak boleh dilakukan beserta alasannya.
(6) Orang tua hendaknya mengarahkan anak untuk mengembangkan pola-pola kebiasaan yang baik. Kebiasaan-kebiasaan baik tersebut harus sudah dilatih terus menrus sejak usia dini.
(7) Hukuman yang mendidik adalah yang menyadarkan pihak yang bersalah, dalam hal ini remaja, bahwa hal yang baru saja terjadi hendaknya tidak diulangi karena tidak disetujui orang tua. Hukuman haruslah dipandang sebagai bentuk pertanggungjawaban atas perbuatan yang melanggar batasan-batasan yang ditetapkan. Hukuman tidak harus menyakitkan, dan jangan dijadikan sebagai luapan kemarahan atau pelampiasan emosi dari si penghukum (orang tua). Jika harus memberikan hukuman, hukumlah anak sesuai dengan tingkat pemahaman anak tentang hukuman tersebut. Penting diperhatikan dalam pemberian hukuman ada penjelasan mengapa anak terpaksa dihukum. Hukuman harus dilakukan segera setelah perilaku terjadi dan jangan melakukan hukuman fisik.
(8) Dalam kenyataan sehari-hari banyak masalah yang berhubungan dengan disiplin sebenarnya dapat diselesaikan dengan menggunakan komunikasi timbale balik yang efektif antara anak dna orang tua. Dalam hal ini car berkkomunikasi.***

Sumber: Pikiran Rakyat (Minggu, 21 Februari 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar